PINDAH, sebuah kata biasa tapi sarat makna, dimana terjadi perubahan dari satu keadaan ke keadaan lainnya. Saya, kamu, kita pasti pernah merasakan hal ini. Pindah sekolah ke jenjang lebih tinggi, pindah kantor ke tempat lebih baik, pindah rumah ke lingkungan yg lebih nyaman atau pindah hati ke orang yang lebih menerima kita dengan tangan terbuka.
Agak random sebenernya kenapa tiba-tiba ngomongin tentang pindah, terbesit begitu aja sekilas di kepala terus langsung coba dituangin disini lewat tulisan.
Gak terasa beberapa tahun ini terjadi banyak perpindahan di kehidupan saya. Mulai dari hal simpel kaya pindah posisi tidur sampe yg rumit kaya pindah lokasi kantor dan rumah.
Ketika pindah ada keadaan positif dan negatif yg ikut terbawa oleh kita ke tempat baru nantinya. Kenangan manis keadaan sebelumnya akan jadi sesuatu yg sulit untuk dilupakan, sebaliknya rasa syukur terhatur pada Sang Khalik bahwa kenangan buruk masa lalu akan tertinggal selamanya (insyaallah).
Kalo ditelisik sejarahnya, perpindahan ini bahkan pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad pada masa itu dari Mekah ke Madinah, sebuah peristiwa yg umat Islam kenal dengan peristiwa Hijrah. Beliau berpindah (hijrah) saat itu, selain untuk berlindung dari ancaman kaum kafir, juga sebagai suatu tekad untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Ya, berubah lebih baik.
Kadang sebagian dari kita pasti merasa keadaan jadi gak menyenangkan ketika kita terjebak dalam kondisi penuh tekanan, kurang penghargaan, dilingkupi rasa kekecewaan, dan seabrek rasa negatif lainnya. Kondisi kaya gini bisa jadi bom waktu yg bisa meledak kapanpun. Efeknya gak hanya melukai kita tapi juga orang-orang yg peduli di sekitar kita.
Pindah, jadi jalan keluar untuk mendapatkan keadaan yg lebih baik dari sebelumnya. Pindah dari bandel menjadi baik, dari sakit jadi sehat, dari suudzon menjadi husnudzon, dari pemalas jadi rajin, dari penyendiri jadi suka bersosialisai, dari egois menjadi peduli sesama. Pindahlah ke tingkatan yg lebih tinggi, jangan berpindah kedalam keadaan yg sama atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya, karena kita pasti tidak mau jadi orang yg merugi bukan?
”Demi masa. Sesungguhnya manusia benar benar berada dalam kerugian. Kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasehati supaya menaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran...”
(QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Sadar atau tidak kehidupan manusia tak lepas dari judul diatas. Banyak hal yang terjadi lewat satu kata itu jika disandingkan dengan sebuah kata lain yang langsung merubah maknanya. Jatuh hati, main hati, sakit hati, beberapa hal yang diambil dari kata 'hati', dan sering terjadi dalam kehidupan manusia.
Jatuh Hati, memberi banyak keindahan dalam frase kehidupan kita yang mungkin biasa saja awalnya. Menghangatkan setiap pikiran, kata dan perbuatan yang dilakukan. Serta menghidupkan sisi humanis dari tiap orang yang dideranya. Jatuh Hati membuat kehidupan seseorang menjadi lebih dihargai dan diakui, juga membuat kita belajar bahwa merebut hati itu lebih sulit dari membangun gedung dan segala isinya.
Main Hati, berbeda dengan yang pertama walau sama memberi keindahan, meski yang ditawarkan hanya kesemuan belaka. Banyak orang yang terjebak hal ini jika tak pandai membedakan mana yang nyata mana yang tak pernah ada. Main hati pernah dilalui tiap manusia tapi hanya pemilik hati yang tulus sesungguhnya yang bisa melaluinya. Bagian ini mengajarkan pada kita bahwa hati tak hanya untuk direbut tapi juga harus dipertahankan untuk membuat akhir yang didambakan.
Sakit Hati, bertolak belakang dengan jatuh hati. Membekukan serta menggelapkan setiap pikiran, kata dan perbuatan yang dilakukan. Jika terlampau kronis bahkan mematikan sisi humanis tiap manusia. Sakit hati memberi gambaran, bahwa tiap hati memiliki sisi kelam yang terkadang muncul jika terus dicampakkan. Perlu usaha maksimal menerangi sisi hati satu ini jika sudah terlampau terseret jauh dalam kegelapan.
Dari hati, untuk hati, bagi hati.
Posted via Blogaway